WISATA HUSADA KALIBACIN


Kalibacin atau dikenal juga dengan Obyek Wisata Husada Kalibacin terletak 17 km dari pusat kota Purwokerto. Tepatnya di desa Tambaknegara Kecamatan Rawalo. Pintu masuk obyek wisata ini berseberangan dengan bendung gerak serayu. Disebut wisata husada karena disini para pengunjung dapat berwisata sembari berobat. Karena airnya mengandung mineral seperti belerang, HCl, Zn, Mg, Nitrit, kalsium, dan sulfat dengan pH air 7 - 9.
Kandungan tersebut yang menjadi keistimewaan Wisata Husada kalibacin dan dimanfaatkan pengunjung yang memiliki penyakit syaraf, tulang dan kulit. Aroma belerang yang khas membuat obyek wisata ini disebut Kalibacin atau dalam bahasa Indonesia berarti sungai yang berbau tidak sedap. Padahal kenyataannya, airnya tak se "bacin" (bau tidak sedap-red) namanya. Sesuai dengan manfaatnya, terdapat tiga pilihan kamar pemandian yaitusyaraf, kulit dan tulang. Ada pula kolam keceh atau kolam kecil setinggi lutut orang dewasa yang disediakan bagi anak kecil.
Tak perlu merogoh kocek terlalu dalam untuk menikmati air kaya mineral di obyek wisata ini, cukup dengan tiket masuk yang relatif murah anda sudah dapat menikmati kesegaran airnya sembari berobat kepada alam.


Sejarah 
Obyek wisata Husada Kalibacin ini sudah banyak dimanfaatkan orang sejak zaman Pasirluhur, tepatnya adalah ketika Pasirluhur dibagi lima yaitu satu bagian ( 4 desa Pasir sekarang ) adalah daerah Mancagangsal yaitu wilayah Pemutihan yang mendapatkan tugas khusus untuk merawat pusaka dan makam kerabat keraton yang ada di Pasirluhur, dimana wilayah ini diberikan kepada putra Adipati Pasirluhur yang terakhir yaitu Pangeran Perlangon yang bernama Pangeran Langkap, dan empat desa perdikan yang diberikan kepada empat keponakan Adipati Pasirluhur ( Pangeran Prelangon ) yang salah satunya bernama Ki Bonjok. (Tiga orang lainnya masing-masing bernama Ki Gede Sule, Ki Gumingsir dan Ki Ambilung).
Sebelum Bonjok berkuasa di wilayah itu (sebagai Desa Perdikan) tempat itu sudah dikenal banyak orang dengan nama “Gua Teleng” namun belum dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Setelah Ki Bojok berkuasa di situ dan “Gua Teleng” banyak dimanfaatkan banyak orang untuk mengobati berbagai macam penyakit kulit, maka “Gua Teleng” berganti nama dengan nama yang baru yaitu “Tuk Semingkir” karena berbagai macam penyakit setelah mandi di mata air ini segera sembuh. (Semingkir artinya pergi / hilang / sembuh).
Satu – dua orang sembuh karena mandi di sana tidaklah mampu membuat tempat itu dikenal banyak orang, namun setelah banyak orang sembuh karena mandi di sana, maka tempat itu lalu banyak dikenal orang bahkan banyak orang berkunjung untuk berobat disana. Orang sakit kulit, mandi disana kemudian sembuh; orang sakit tulang, mandi di sana kemudian sembuh; orang sakit syaraf, mandi di sana kemudian sembuh; orang sakit mata, mandi di sana kemudian sembuh, pokoknya berbagai macam penyakit dapat sembuh kalau mandi di sana.
Di zaman Martanegara memerintah di sana, datanglah seorang Mubaligh dari Demak menyebarkan agama Islam. Sang Mubaligh tersebut bermukim di sekitar Tuk Semingkir untuk memudahkan mengambil air wudu dan keperluan lainnya. Setelah sang Mubaligh pergi, maka tempat itu dikeramatkan orang sebagai petilasan wali. Sedangkan pakaian dan barang-barang lainnya berupa tulisan-tulisan di daun lontar, terbang, rebana, tombak dan lain-lain yang ditinggal sang mubaligh disimpan di Balai Malang yang letaknya hanya sekitar 200 M dari Tuk Semingkir.
Sejarahpun terus ditulis dan sampailah pada angka tahun 1830 dimana Pemerintah Hindia Belanda menguasai Banyumas (Kabupaten Banyumas dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 1 Nopember 1830). Diam-diam para pejabat yang berkuasa waktu itu tertarik akan apa yang terjadi di Tuk Semingkir. Banyak orang dengan berbagai penyakitnya berkunjung ke situ. Setelah diadakan penelitian ternyata mata airnya tidak mengandung gas yang berbahaya bagi kehidupan manusia, justru mengandung mineral yang antara lain : belerang; kapur; garam; soda; minyak tanah; logam-logam seperti besi; tembaga; perak dan bahkan juga emas meskipun kadarnya hanya kecil. Maka pada tahun 1892 dibangunlah pemandian itu dan dibuka untuk umum oleh Raden Dipowinoto (Wedono Banyumas). Bangunan tersebut menggunakan bahan dari kayu, bambu dan beratap dari welit, berdiri di atas tanah yang berstatus Guvernement Ground (G. G). pada waktu itu juga diadakan pembangunan berupa perluasan belik mata air menjadi seperti sebuah sendang, kemudian juga ditanami pohon beringin. Sejak saat itu “Tuk Semingkir” berganti nama menjadi “Tamba Wringin Tirta Hoesada” yang berarti air pengobatan.
Dengan telah dibukanya tempat itu untuk umum, maka dengan itu pula dan untuk yang pertama kalinya, yaitu pada tahun 1892 di Kabupaten Banyumas telah berdiri satu objek wisata pengobatan tertua dengan nama “Tamba Wringin Tirta Hoesada”.
Pada tahun 1909 berkenaan dengan hari kelahiran (Hari Ulang Tahun) Putri Yuliana, Putra Nalendra Praja Netherland, tempat itu dibangun permanen dengan biaya dari negara, adapun sebagai pemimpin pembangunan tersebut adalah Raden Danusubroto (Wedana Banyumas) secara bertahap.
Setelah kamar mandi yang paling timur selesai dibangun, yang pertama kali siram (mandi) disitu adalah kanjeng Sunan Pakubowono X.
Pendirian Pemandian Kalibacin diabadikan dalam sebuah prasasti yang dibuat tahun 1892 oleh R. Dipowinoto. Prarasti ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa, berbentuk tembang dandanggula, terdiri dari 45 baris yang terbagi menjadi 2 bidang, masing-masing berisi 23 baris dan 22 baris.

http://www.visitbanyumas.com/destinasi/item/pemandian-kalibacin